DIKSI
DAN GAYA BAHASA
Bahasa terdiri atas beberapa tataran
gramatikal antara lain kata, frase, klausa, dan kalimat. Kata merupakan tataran
terendah & kalimat merupakan tataran tertinggi. Ketika Anda menulis, kata
merupakan kunci utama dalam upaya membentuk tulisan. Oleh karena itu, sejumlah
kata dalam Bahasa Indonesia harus dipahami dengan baik, agar ide dan pesan
seseorang dapat mudah dimengerti. Dengan demikian, kata-kata yang digunakan
untuk berkomunikasi harus dipahami dalam konteks alinea dan wacana. Kata
sebagai unsur bahasa, tidak dapat dipergunakan dengan sewenang-wenang. Akan
tetapi, kata-kata tersebut harus digunakan dengan mengikuti kaidah-kaidah yang
benar.
Menulis merupakan
kegiatan yang mampu menghasilkan ide-ide dalam bentuk tulisan secara
terus-menerus & teratur (produktif) serta mampu mengungkapkan gambaran, maksud,
gagasan, perasaan (ekspresif). Oleh karena itu, ketrampilan menulis / mengarang
membutuhkan grafologi, struktur bahasa, & kosa kata. Salah satu unsur
penting dalam mengarang adalah penguasaan kosa kata. Kosa kata merupakan bagian
dari diksi. Ketepatan diksi dalam suatu karangan merupakan hal yang tidak dapat
diabaikan karena ketidaktepatan penggunaan diksi pasti akan menimbulkan
ketidakjelasan makna.
Diksi dapat diartikan
sebagai pilihan kata pengarang untuk menggambarkan “cerita” mereka. Diksi bukan
hanya berarti pilih-memilih kata. Istilah ini bukan saja digunakan untuk
menyatakan gagasan / menceritakan suatu peristiwa tetapi juga meliputi
persoalan gaya bahasa, ungkapan-ungkapan.
I. PENGERTIAN DIKSI (PILIHAN
KATA)
Diksi
bisa diartikan sebagai pilihan kata pengarang untuk menggambarkan sebuah
cerita. Diksi bukan hanya berarti pilih memilih kata melainkan digunakan untuk
menyatakan gagasan atau menceritakan peristiwa tetapi juga meliputi persoalan
gaya bahasa, ungkapan-ungkapan dan sebagainya.
Agar dapat menghasilkan cerita yang
menarik melalui pilihan kata maka diksi yang baik harus memenuhi syarat,
seperti :
1)
Ketepatan dalam pemilihan
kata dalam menyampaikan suatu gagasan.
2)
Seorang pengarang harus
mempunyai kemampuan untuk membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai
dengan gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang
sesuai dengan situasi dan nilai rasa bagi pembacanya.
3)
Menguasai berbagai macam
kosakata dan mampu memanfaatkan kata-kata tersebut menjadi sebuah kalimat yang
jelas, efektif dan mudah dimengerti.
Contoh Paragraf :
a)
Hari ini Aku pergi ke
pantai bersama dengan teman-temanku. Udara disana sangat sejuk. Kami bermain
bola air sampai tak terasa hari sudah sore. Kamipun pulang tak lama kemudian.
b)
Liburan kali ini Aku dan
teman-teman berencana untuk pergi ke pantai. Kami sangat senang ketika hari itu
tiba. Begitu sampai disana kami sudah disambut oleh semilir angin yang tak
henti-hentinya bertiup. Ombak yang berkejar-kejaran juga seolah tak mau kalah
untuk menyambut kedatangan kami. Kami menghabiskan waktu sepanjang hari disana,
kami pulang dengan hati senang.
Kedua paragraf diatas punya makna yang sama. Tapi dalam
pemilihan diksi pada contoh paragraph kedua menjadi enak dibaca, tidak membosankan
bagi pembacanya.
II. SYARAT-YARAT DIKSI
A. Makna Denotatif dan
Konotatif
Makna
denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna wajar ini
adalah makna yang sesuai dengan apa adanya. Denotatif adalah suatu pengertian
yang terkandung sebuah kata secara objektif. Sering juga makna denotatif
disebut makna konseptual. Kata makan misalnya, bermakna memasukkan sesuatu
kedalam mulut, dikunyah, dan ditelan. Makna kata makan seperti ini adalah makna
denotatif.
Makna konotatif adalah makna asosiatif,
makna yang timbul sebagai akibat dari sikap sosial, sikap pribadi, dan kriteria
tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual. Kata makan dalam makna
konotatif dapat berarti untung atau pukul.
Makna konotatif berbeda dari zaman ke
zaman. Ia tidak tetap. Kata kamar kecil mengacu kepada kamar yang kecil
(denotatif) tetapi kamar kecil berarti juga jamban (konotatif). Dalam hal ini,
kita kadang-kadang lupa apakah suatu makna kata adalah makna denotatif atau
konotatif.
B. Makna Umum dan Khusus
Kata
ikan memiliki acuan yang lebih luas daripada kata mujair atau tawes. Ikan tidak
hanya mujair atau tidak seperti gurame,
lele, sepat, tuna, baronang, nila, ikan koki dan ikan mas. Sebaliknya, tawes
pasti tergolong jenis ikan demikian juga gurame, lele, sepat, tuna, dan
baronang pasti merupakan jenis ikan. Dalam hal ini kata acuannya lebih luas
disebut kata umum, seperti ikan, sedangkan kata yang acuannya lebih khusus
disebut kata khusus, seperti gurame, lele, tawes, dan ikan mas.
C. Kata abstrak dan kata
konkret.
Kata
yang acuannya semakin mudah diserap pancaindra disebut kata konkret, seperti
meja, rumah, mobil, air, cantik, hangat, wangi, suara. Jika acuan sebuah kata
tidak mudah diserap pancaindra, kata itu disebut kata abstrak, seperti gagasan
dan perdamaian. Kata abstrak digunakan untuk mengungkapkan gagasan rumit. Kata
abstrak mampu membedakan secara halus gagasan yang sifat teknis dan khusus.
Akan tetapi, jika kata abstrak terlalu diobral atau dihambur-hamburkan dalam
suatu karangan. Karangan tersebut dapat menjadi samar dan tidak cermat.
D. Sinonim
Sinonim
adalah dua kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai makna yang sama, tetapi
bentuknya berlainan. Kesinoniman kata tidaklah mutlak, hanya ada kesamaan atau
kemiripan. Kita ambil contoh cermat dan cerdik kedua kata itu bersinonim,
tetapi kedua kata tersebut tidak persis sama benar. Kesinoniman kata masih
berhubungan dengan masalah makna denotatif dan makna konotatif suatu kata.
E. Kata Ilmiah dan
kata popular
Kata ilmiah merupakan kata-kata logis dari
bahasa asing yang bisa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kata-kata
ilmiah biasa digunakan oleh kaum terpelajar, terutama dalam tulisan-tulisan
ilmiah, pertemuan-pertemuan resmi, serta diskusi-diskusi khusus.
Yang membedakan antara kata ilmiah dengan
kata populer adalah bila kata populer digunakan dalam komunikasi sehari-hari.
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan, kata-kata ilmiah digunakan pada
tulisan-tulisan yang berbau pendidikan. Yang juga terdapat pada penulisan
artikel, karya tulis ilmiah, laporan ilmiah, skripsi, tesis maupun desertasi.
Agar dapat memahami perbedaan antara kata
ilmiah dan kata populer, berikut daftarnya:
Kata
Ilmiah
|
Kata
populer
|
Analogi
|
Kiasan
|
Final
|
Akhir
|
Diskriminasi
|
perbedaan
perlakuan
|
Prediksi
|
Ramalan
|
Kontradiksi
|
Pertentangan
|
Format
|
Ukuran
|
Anarki
|
Kekacauan
|
Biodata
|
biografi singkat
|
Bibliografi
|
daftar pustaka
|
III. PEMBENTUKAN KATA
Ada dua cara pembentukan kata, yaitu dari
dalam dan dari luar bahasa Indonesia. Dari dalam bahasa Indonesia terbentuk
kosakata baru dengan dasar kata yang sudah ada, sedangkan dari luar terbentuk
kata baru melalui unsur serapan.
A. Kesalahan Pembentukan dan Pemilihan Kata
Pada bagian berikut akan diperlihatkan
kesalahan pembentukan kata, yang sering kita temukan, baik dalam bahasa lisan
maupun bahasa tulis.
1) Penanggalan awalan meng-
2)
Penanggalan awalan ber-
3)
Peluluhan bunyi /c/
4)
Penyengauan kata dasar
5)
Bunyi /s/, /k/, /p/, dan /t/ yang tidak luluh
6)
Awalan ke- yang kelirupemakaian akhiran –ir
7)
Padanan yang tidak serasi
8)
Pemakaian kata depan di, ke, dari, bagi, pada,, daripada dan
terhadap
9)
Penggunaan kesimpulan, keputusan, penalaran, dan pemukiman
10)
Penggunaan kata yang hemat
11)
Analogi
12) Bentuk jamak dalam bahasa Indonesia
IV.
DEFINISI
Definisi adalah suatu pernyataan yang
menerangkan pengertian suatu hal atau konsep istilah tertentu. Dalam membuat definisi hal yang perlu di
perhatikan adalah tidak boleh mengulang kata atau istilah yang kita
definisikan.
Contoh
definisi :
Majas
personifikasi adalah kiasan yang menggambarkan binatang, tumbuhan, dan
benda-benda mati seakan hidup selayaknya manusia, seolah punya maksud, sifat,
perasaan dan kegiatan seperti manusia.
Definisi terdiri
dari :
1)
Definisi nominalis
Definisi nominalis adalah menjelaskan
sebuah kata dengan kata lain yang lebih umum di mengerti. Umumnya di gunakan
pada permulaan suatu pembicaraan atau diskusi.
Definisi nominalis ada enam macam, yaitu :
(1) definisi sinonim, (2) definisi simbolik, (3) definisi etimologik, (4)
definisi semantik, (5) definisi stipulatif, dan (6) definisi denotatif.
2) Definisi realis
Definisi realis adalah penjelasan tentang
isi yang terkandung dalam sebuah istilah, bukan hanya menjelaskan tentang
istilah. Definisi realis ada tiga macam, yaitu :
a) Definisi esensial, yaitu penjelasan dengan
cara menguraikan perbedaan antara
penjelasan dengan cara menunjukkan bagian-bagian suatu benda (definisi
analitik) dengan penjelasan dengan cara menunjukkan isi dari suatu term yang
terdiri atas genus dan diferensia (definisi konotatif).
b)
Definisi diskriptif
yaitu
penjelasan dengan cara menunjukkan sifat-sifat khusus yang menyertai hal
tersebut dengan penjelasan dengan cara menyatakan bagaimana sesuatu hal
terjadi.
3)
Definisi praktis
Definisi praktis adalah penjelasan tentang
sesuatu hal yang di jelaskan dari segi kegunaan atau tujuan. Dibedakan atas
tiga macam.
a)
Definisi operasional, yaitu penjelasan dengan cara menegaskan
langkah-langkah pengujian serta menunjukkan bagaimana hasil yang dapat di
amati.
b)
Definisi fungsional, yaitu penjelasan sesuatu hal dengan cara
menunjukkan kegunaan dan tujuannya.
c)
Definisi persuasif, yaitu penjelasan dengan cara merumuskan suatu
pernyataan yang dapat mempengaruhi orang lain, bersifat membujuk orang
lain.
V.
KATA SERAPAN
Kata serapan adalah kata yang di adopsi
dari bahasa asing yang sudah sesuai dengan EYD. Kata serapan merupakan bagian
perkembangan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia telah banyak menyerap terutama
dalam unsur kosa kata. Bahasa asing yang masuk dan memberi pengaruh terhadap
kosa kata bahasa Indonesia antara lain dari bahasa Sansekerta, bahasa Belanda,
bahasa Arab, bahasa Inggris dan ada juga dari bahasa Tionghoa. Analogi dan
Anomali kata serapan dalam bahasa Indonesia. Penyerapan kata ke dalam bahasa
Indonesia terdapat 2 unsur, yaitu:
a)
Keteraturan bahasa (analogi) : dikatakan analogi apabila kata
tersebut memiliki bunyi yang sesuai antara ejaan dengan pelafalannya.
b)
Penyimpangan atau ketidakteraturan bahasa (anomali) : dikatakan
anomali apabila kata tersebut tidak sesuai antara ejaan dan pelafalannya.
VI. ANALOGI
Karena analogi adalah keteraturan bahasa,
tentu saja lebih banyak berkaitan dengan kaidah-kaidah bahasa, bisa dalam
bentuk sistem fonologi, sistem ejaan atau struktur bahasa. Ada beberapa contoh
kata yang sudah sesuai dengan sistem fonologi, baik melalui proses penyesuaian
ataupun tidak, misalnya :

Menurut
taraf integrasinya unsur pinjaman ke dalam bahasa asing dapat dibagi dua
golongan. Pertama unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa
Indonesia. Unsur seperti ini di pakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi
penulisan dan pengucapannya masih mengikuti cara asing. Kedua unsur pinjaman
yang pengucapan dan tulisannya telah di sesuaikan dengan kaidah bahasa
Indonesia.
VII. ANOMALI
Indonesia
|
Aslinya
|
bank
|
bank (Inggris)
|
Intern
|
intern (Inggris)
|
qur’an
|
qur’an (Arab)
|
jum’at
|
jum’at (Arab)
|
Kata-kata di atas merupakan beberapa
contoh kata serapan dengan unsur anomali. Bila kita amati, maka akan dapat di
simpulkan bahwa lafal yang kita keluarkan dari mulut dengan ejaan yang tertera,
tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Hal yang tidak sesuai adalah :
bank=(nk), jum’at=(’).
Kata-kata
asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia secara utuh tanpa mengalami
perubahan penulisan memiliki kemungkinan untuk di baca bagaimana aslinya,
sehingga timbul anomali dalam fonologi. Contoh :
Indonesia
|
Aslinya
|
Expose
|
Expose
|
Export
|
Export
|
exodus
|
Exodus
|
Kata
kadang-kadang tidak hanya terdiri dari satu morfem, ada juga yang terdiri dari
dua morfem atau lebih. Sehingga penyerapannya dilakukan secara utuh. Misalnya :
Indonesia
|
Aslinya
|
Federalisme
|
federalism
(Inggris)
|
Bilingual
|
bilingual
(Inggris)
|
Dedikasi
|
dedication
(Inggris)
|
Edukasi
|
education
(Inggris)
|
Kreatifitas
dalam memilih kata merupakan kunci utama bagi seorang pengarang maupun untuk
penulisan gagasan serta ungkapan.
Penguasaan
dalam mengolah kata juga menjadi faktor
penting untuk menghasilkan tulisan yang indah dan enak di baca. sehingga makna
dengan tepat pada setiap pilihan kata yang ingin disampaikan.
Catatan :
1)
Diksi adalah kemampuan penulis untuk mendapatkan kata agar dalam
pembacaan dan pengertiannya tepat.
2)
Kata ilmiah adalah kata-kata logis dari
bahasa asing yang bisa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
3)
Pembentukan kata atau istilah adalah kata yang mengungkapkan makna
konsep, proses, keadaan atau sifat yang khas dalam bidang tertentu.
4)
Definisi adalah suatu pernyataan yang menerangkan pengertian suatu
hal atau konsep istilah tertentu.
5)
Kata serapan adalah kata yang di adopsi dari bahasa asing yang
sudah sesuai dengan EYD.
VIII. GAYA
BAHASA
Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan perasaan atau
pikiran dengan bahasa sedemikian rupa, sehingga kesan dan efek terhadap pembaca
atau pendengar dapat dicapai semaksimal dan seintensif mungkin.
Berikut adalah berbagai ragam gaya bahasa dan contoh penggunaannya dalam Bahasa Indonesia.
Berikut adalah berbagai ragam gaya bahasa dan contoh penggunaannya dalam Bahasa Indonesia.
A. GAYA BAHASA PENEGASAN
1. Alusio
Gaya bahasa yang menggunakan peribahasa yang maksudnya sudah dipahami umum.
Contoh :
Gaya bahasa yang menggunakan peribahasa yang maksudnya sudah dipahami umum.
Contoh :
Dalam
bergaul hendaknya kau waspada.
Jangan terpedaya dengan apa yang kelihatan baik di luarnya saja.
Segala yang berkilau bukanlah berarti emas.
Jangan terpedaya dengan apa yang kelihatan baik di luarnya saja.
Segala yang berkilau bukanlah berarti emas.
2. Antitesis
Gaya bahasa penegasan yang menggunakan paduan
kata-kata yang artinya bertentangan.
Contoh :
Contoh :
Tinggi-rendah
harga dirimu bukan elok tubuhmu yang menentukan, tetapi kelakuanmu.
3. Antiklimaks
Gaya bahasa penegasan yang menyatakan beberapa hal
berturut-turut, makin lama makin rendah tingkatannya.
Contoh :
Kakeknya,
ayahnya, dia sendiri, anaknya dan sekarang cucunya tak luput dari penyakit
keturunan itu.
4. Klimaks
Gaya bahasa penegasan yang menyatakan beberapa hal berturut-turut, makin lama makin tinggi tingkatannya.
Contoh :
Gaya bahasa penegasan yang menyatakan beberapa hal berturut-turut, makin lama makin tinggi tingkatannya.
Contoh :
Di
dusun-dusun, di desa-desa, di kota-kota, sampai ke ibu kota, hari proklamasi
ini dirayakan dengan meriah.
5. Antonomasia
Gaya bahasa yang mempergunakan kata-kata tertentu untuk menggantikan nama seseorang. Kata-kata ini diambil dari sifat-sifat yang menonjol yang dimiliki oleh orang yang dimaksud.
Contoh :
Gaya bahasa yang mempergunakan kata-kata tertentu untuk menggantikan nama seseorang. Kata-kata ini diambil dari sifat-sifat yang menonjol yang dimiliki oleh orang yang dimaksud.
Contoh :
Si
Pelit den Si Centil sedang bercanda di halaman rumah
Si Jangkung.
6. Asindeton
Gaya bahasa penegasan yang menyebutkan beberapa hal berturut-turut tanpa menggunakan kata penghubung.
Contoh :
Gaya bahasa penegasan yang menyebutkan beberapa hal berturut-turut tanpa menggunakan kata penghubung.
Contoh :
Buku
tulis, buku bacaan, majalah, koran, surat-surat kantor semua dapat anda beli di
toko itu.
7. Polisindeton
Gaya bahasa yang menyebutkan beberapa hat berturut-turut dengan menggunakan kata penghubung (kebalikan asindeton).
Gaya bahasa yang menyebutkan beberapa hat berturut-turut dengan menggunakan kata penghubung (kebalikan asindeton).
Contoh :
Buku
tulis, majalah, dan surat-surat kantor dapat di beli di toko itu.
8. Elipsis
Gaya bahasa yang menggunakan kalimat elips (kalimat tak lengkap), yakni kalimat yang predikat atau subjeknya dilesapkan karena dianggap sudah diketahui oleh lawan bicara.
Contoh :
Gaya bahasa yang menggunakan kalimat elips (kalimat tak lengkap), yakni kalimat yang predikat atau subjeknya dilesapkan karena dianggap sudah diketahui oleh lawan bicara.
Contoh :
“Kalau
belum jelas, akan saya jelaskan lagi.”
“Saya khawatir, jangan-jangan dia ….”
“Saya khawatir, jangan-jangan dia ….”
9. Eufemisme
Gaya bahasa atau ungkapan pelembut yang digunakan untuk tuntutan tatakrama atau menghindari kata-kata pantang (pamali, tabu), atau kata-kata yang kasar dan kurang sopan.
Contoh :
Gaya bahasa atau ungkapan pelembut yang digunakan untuk tuntutan tatakrama atau menghindari kata-kata pantang (pamali, tabu), atau kata-kata yang kasar dan kurang sopan.
Contoh :
Putra
Bapak tidak dapat naik kelas karena kurang mampu mengikuti pelajaran.
Pegawai
yang terbukti melakukan korupsi akan dinonaktifkan.
1. Hiperbolisme
Gaya bahasa penegasan yang menyatakan sesuatu hal dengan melebih-lebihkan keadaan yang sebenarnya.
Gaya bahasa penegasan yang menyatakan sesuatu hal dengan melebih-lebihkan keadaan yang sebenarnya.
Contoh
:
Suaranya
mengguntur membelah angkasa.
Air matanya mengalir menganak sungai.
Air matanya mengalir menganak sungai.
11. Interupsi
Gaya bahasa penegasan yang mempergunakan kata-kata atau frase yang disisipkan di tengah-tengah kalimat.
Contoh :
Gaya bahasa penegasan yang mempergunakan kata-kata atau frase yang disisipkan di tengah-tengah kalimat.
Contoh :
Saya,
kalau bukan karena terpaksa, tak mau bertemu dengan dia lagi.
12. Inversi
Gaya bahasa dengan menggunakan kalimat inversi, yakni kalimat yang predikatnya mendahului subjek. Hal ini sengaja dibuat untuk memberikan ketegasan pada predikatnya.
Contoh :
Gaya bahasa dengan menggunakan kalimat inversi, yakni kalimat yang predikatnya mendahului subjek. Hal ini sengaja dibuat untuk memberikan ketegasan pada predikatnya.
Contoh :
Pergilah
ia meninggalkan kampung halamannya untuk mencari harapan baru di kota.
13. Koreksio
Gaya bahasa yang menggunakan kata-kata pembetulan untuk mengoreksi (menggantikan kata yang dianggap salah).
Contoh :
Gaya bahasa yang menggunakan kata-kata pembetulan untuk mengoreksi (menggantikan kata yang dianggap salah).
Contoh :
Setelah
acara ini selesai, silakan saudara-saudara pulang. Eh, maaf, silakan
saudara-saudara mencicipi hidangan yang telah tersedia.
14. Metonimia
Gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata atau sebuah nama yang berhubungan dengan suatu benda untuk menyebut benda yang dimaksud. Misal, penyebutan yang didasarkan pada merek dagang, nama pabrik, nama penemu, dun lain sebagainya.
Contoh :
Gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata atau sebuah nama yang berhubungan dengan suatu benda untuk menyebut benda yang dimaksud. Misal, penyebutan yang didasarkan pada merek dagang, nama pabrik, nama penemu, dun lain sebagainya.
Contoh :
Ayah
pergi ke Bandung mengendarai Kijang.
Udin
mengisap Gentong, Husni mengisap Gudang Garam.
15. Paralelisme
Gaya bahasa pengulangan seperti repetisi yang khusus terdapat dalam puisi. Pengulangan di bagian awal dinamakan anafora, sedang di bagian akhir disebut epifora.
Gaya bahasa pengulangan seperti repetisi yang khusus terdapat dalam puisi. Pengulangan di bagian awal dinamakan anafora, sedang di bagian akhir disebut epifora.
Contoh Anafora
:
Sunyi itu duka
Sunyi itu kudus
Sunyi itu lupa
Sunyi itu lampus
Sunyi itu kudus
Sunyi itu lupa
Sunyi itu lampus
Contoh Epifora
:
Rinduku hanya untukmu
Cintaku hanya untukmu
Harapanku hanya untukmu
Cintaku hanya untukmu
Harapanku hanya untukmu
16. Pleonasme
Gaya bahasa penegasan yang menggunakan kata-kata yang sebenarnya tidak perlu karena artinya sudah terkandung dalam kata sebelumnya.
Contoh :
Gaya bahasa penegasan yang menggunakan kata-kata yang sebenarnya tidak perlu karena artinya sudah terkandung dalam kata sebelumnya.
Contoh :
Benar!
Saya melihat dengan mata kepala saya sendiri, bahwa Tono berkelahi di
tempat itu.
Dia maju dua langkah ke depan.
Dia maju dua langkah ke depan.
17. Parafrase
Gaya bahasa penguraian dengan menggunakan ungkapan atau frase yang lebih panjang daripada kata semula. Misal, pagi-pagi digantikan ketika sang surya merekah di ufuk timur; materialistis diganti dengan gila harta benda.
Contoh :
Gaya bahasa penguraian dengan menggunakan ungkapan atau frase yang lebih panjang daripada kata semula. Misal, pagi-pagi digantikan ketika sang surya merekah di ufuk timur; materialistis diganti dengan gila harta benda.
Contoh :
”Pagi-pagi
Ali pergi ke sawah.” dijadikan “Ketika mentari membuka lembaran hari, anak
sulung Pak Sastra itu melangkahkan kakinya ke sawah.”
18. Repetisi
Gaya bahasa penegasan yang mengulang-ulang sebuah kata berturut-turut dalam suatu wacana. Gaya bahasa jenis ini sering dipakai dalam pidato atau karangan berbentuk prosa.
Contoh :
Gaya bahasa penegasan yang mengulang-ulang sebuah kata berturut-turut dalam suatu wacana. Gaya bahasa jenis ini sering dipakai dalam pidato atau karangan berbentuk prosa.
Contoh :
Harapan
kita memang demikian, dan demikian pula harapan setiap pejuang.
Sekali merdeka, tetap merdeka!
Sekali merdeka, tetap merdeka!
19. Retoris
Gaya bahasa penegasan yang menggunakan kalimat tanya, tetapi sebenannya tidak bertanya.
Contoh :
Gaya bahasa penegasan yang menggunakan kalimat tanya, tetapi sebenannya tidak bertanya.
Contoh :
Bukankah
kebersihan adalah pangkal kesehatan?
Inikah yang kau namakan kerja?
Inikah yang kau namakan kerja?
20. Sinekdoke
Gaya bahasa ini terbagi menjadi dua yaitu : (a) Pars pro toto (gaya babasa yang menyebutkan sebagian untuk menyatakan keseluruhan) dan (b) Totem pro parte (gaya bahasa yang menyebutkan keseluruhan untuk menyatakan sebagian).
Gaya bahasa ini terbagi menjadi dua yaitu : (a) Pars pro toto (gaya babasa yang menyebutkan sebagian untuk menyatakan keseluruhan) dan (b) Totem pro parte (gaya bahasa yang menyebutkan keseluruhan untuk menyatakan sebagian).
Contoh Pars
pro toto :
Setiap kepala diwajibkan membayar iuran
Rp1.000,00.
Sudah lama ditunggu-tunggu, belum tampak juga batang hidungnya.
Sudah lama ditunggu-tunggu, belum tampak juga batang hidungnya.
Contoh Totem
pro parte :
Cina mengalahkan Indonesia dalam babak final perebutan Piala Thomas.
21. Tautologi
Gaya bahasa penegasan yang menggunakan kata-kata yang sama artinya dalam satu kalimat
Gaya bahasa penegasan yang menggunakan kata-kata yang sama artinya dalam satu kalimat
Contoh :
Engkau
harus dan wajib mematuhi semua peraturan.
Harapan dan cita-citanya terlalu muluk.
Harapan dan cita-citanya terlalu muluk.
B.
GAYA BAHASA PEMBANDINGAN
1. Alegori
Gaya bahasa perbandingan yang membandingkan dua buah keutuhan berdasarkan persamaannya secara menyeluruh.
Contoh :
Gaya bahasa perbandingan yang membandingkan dua buah keutuhan berdasarkan persamaannya secara menyeluruh.
Contoh :
Kami
semua berdoa, semoga dalam mengarungi samudra kehidupan ini, kamu berdua akan
sanggup menghadapi badai dan gelombang.
2. Litotes
Gaya bahasa perbandingan yang menyatakan sesuatu
dengan memperendah derajat keadaan sebenarnya, atau yang menggunakan kata-kata
yang artinya berlawanan dari yang dimaksud untuk merendahkan diri.
Contoh :
Dari
mana orang seperti saya ini mendapat uang untuk membeli barang semahal itu.
Silakan,
jika kebetulan lewat, Saudara mampir ke pondok saya.
3. Metafora
Gaya bahasa perbandingan yang membandingkan dua hal yang berbeda berdasarkan persamaannya.
Contoh :
Gaya bahasa perbandingan yang membandingkan dua hal yang berbeda berdasarkan persamaannya.
Contoh :
Gelombang
demonstrasi melanda pemerintah orde lama.
Semangat juangnya berkobar, tak gentar menghadapi musuh.
Semangat juangnya berkobar, tak gentar menghadapi musuh.
4. Personifikasi atau Penginsanan
Gaya babasa perbandingan. Benda-benda mati atau benda-benda hidup selain manusia dibandingkan dengan manusia, dianggap berwatak dan berperilaku seperti manusia.
Contoh :
Gaya babasa perbandingan. Benda-benda mati atau benda-benda hidup selain manusia dibandingkan dengan manusia, dianggap berwatak dan berperilaku seperti manusia.
Contoh :
Bunyi
lonceng memanggil-manggil siswa untuk segera masuk kelas.
Nyiur
melambai-lambai di tepi pantai.
5. Simile
Gaya bahasa perbandingan yang mempergunakan kata-kata pembanding (seperti, laksana, bagaikan, penaka, ibarat, dan lain sebagainya) dengan demikian pernyataan menjadi lebih jelas.
Contoh :
Gaya bahasa perbandingan yang mempergunakan kata-kata pembanding (seperti, laksana, bagaikan, penaka, ibarat, dan lain sebagainya) dengan demikian pernyataan menjadi lebih jelas.
Contoh :
Hidup
tanpa cinta bagaikan sayur tanpa garam.
Wajahnya seperti rembulan.
Wajahnya seperti rembulan.
6. Simbolik
Gaya bahasa kiasan dengan mempergunakan lambang-lambang atau simbol-simbol untuk menyatakan sesuatu. Misal, bunglon lambang manusia yang tidak jelas pendiriannya; lintah darat lambang manusia pemeras; kamboja lambang kematian.
Contoh :
Gaya bahasa kiasan dengan mempergunakan lambang-lambang atau simbol-simbol untuk menyatakan sesuatu. Misal, bunglon lambang manusia yang tidak jelas pendiriannya; lintah darat lambang manusia pemeras; kamboja lambang kematian.
Contoh :
Janganlah
kau menjadi bunglon.
7. Tropen
Gaya bahasa yang mempergunakan kata-kata yang maknanya sejajar dengan pengertian yang dimaksudkan.
Gaya bahasa yang mempergunakan kata-kata yang maknanya sejajar dengan pengertian yang dimaksudkan.
Contoh :
Seharian
ia berkubur di dalam kamarnya.
Bapak
Presiden terbang ke Denpasar tadi pagi.
C.
GAYA BAHASA PENENTANGAN
1. Anakronisme
Gaya bahasa yang mengandung uraian atau pernyataan
yang tidak sesuai dengan sejarah atau zaman tertentu. Misalnya menyebutkan
sesuatu yang belum ada pada suatu zaman.
Contoh :
Contoh :
Mahapatih
Gadjah Mada menggempur pertahanan Sriwijaya dengan peluru kendali jarak
menengah.
2. Kontradiksio
in terminis
Gaya bahasa yang mengandung pertentangan, yakni apa
yang dikatakan terlebih dahulu diingkari oleh pernyataan yang kemudian.
Contoh :
Contoh :
Suasana
sepi, tak ada seorang pun yang berbicara, hanya jam dinding yang terus
kedengaran berdetak-detik.
2.
Okupasi
Gaya bahasa pertentangan yang mengandung bantahan dan
penjelasan.
Contoh :
Contoh :
Sebelumnya
dia sangat baik, tetapi sekarang menjadi berandal karena tidak ada perhatian
dari orang tuanya.
Ali sebenarnya bukan anak yang cerdas, namun karena kerajinannya melebihi kawan sekolahnya, dia mendapat nilai paling tinggi.
Ali sebenarnya bukan anak yang cerdas, namun karena kerajinannya melebihi kawan sekolahnya, dia mendapat nilai paling tinggi.
3.
Paradoks
Gaya bahasa yang mengandung dua pernyataan yang
bertentangan, yang membentuk satu kalimat.
Contoh :
Contoh :
Dengan
kelemahannya, wanita mampu menundukkan pria.
Tikus mati kelaparan di lumbung padi yang penuh berisi.
Tikus mati kelaparan di lumbung padi yang penuh berisi.
D.
GAYA BAHASA SINDIRAN
1. Inuendo
Gaya bahasa sindiran yang mempergunakan pernyataan yang mengecilkan kenyataan sebenarnya.
Contoh :
Gaya bahasa sindiran yang mempergunakan pernyataan yang mengecilkan kenyataan sebenarnya.
Contoh :
la
menjadi kaya raya lantaran mau sedikit korupsi.
2. Ironi
Gaya bahasa sindiran paling halus yang menggunakan kata-kata yang artinya justru sebaliknya dengan maksud pembicara.
Contoh :
Gaya bahasa sindiran paling halus yang menggunakan kata-kata yang artinya justru sebaliknya dengan maksud pembicara.
Contoh :
”Eh,
manis benar teh ini?” (maksudnya: pahit).
3. Sarkasme
Gaya bahasa sindiran yang menggunakan kata-kata yang kasar. Biasanya gaya bahasa ini dipakai untuk menyatakan amarah.
Gaya bahasa sindiran yang menggunakan kata-kata yang kasar. Biasanya gaya bahasa ini dipakai untuk menyatakan amarah.
Contoh :
”Jangan
coba-coba mengganggu adikku lagi, Monyet!”
“Dasar goblok! Sudah berkali-kali diberi tahu, tetap saja tidak mengerti!”
“Dasar goblok! Sudah berkali-kali diberi tahu, tetap saja tidak mengerti!”
4. Sinisme
Gaya bahasa sindiran semacam ironi, tetapi agak lebih kasar.
Contoh :
Gaya bahasa sindiran semacam ironi, tetapi agak lebih kasar.
Contoh :
”Hai, harum
benar baumu? Tolong agak jauh sedikit!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar