Kamis, 05 Oktober 2017

DIKSI DAN GAYA BAHASA

DIKSI DAN GAYA BAHASA

           Bahasa terdiri atas beberapa tataran gramatikal antara lain kata, frase, klausa, dan kalimat. Kata merupakan tataran terendah & kalimat merupakan tataran tertinggi. Ketika Anda menulis, kata merupakan kunci utama dalam upaya membentuk tulisan. Oleh karena itu, sejumlah kata dalam Bahasa Indonesia harus dipahami dengan baik, agar ide dan pesan seseorang dapat mudah dimengerti. Dengan demikian, kata-kata yang digunakan untuk berkomunikasi harus dipahami dalam konteks alinea dan wacana. Kata sebagai unsur bahasa, tidak dapat dipergunakan dengan sewenang-wenang. Akan tetapi, kata-kata tersebut harus digunakan dengan mengikuti kaidah-kaidah yang benar.
Menulis merupakan kegiatan yang mampu menghasilkan ide-ide dalam bentuk tulisan secara terus-menerus & teratur (produktif) serta mampu mengungkapkan gambaran, maksud, gagasan, perasaan (ekspresif). Oleh karena itu, ketrampilan menulis / mengarang membutuhkan grafologi, struktur bahasa, & kosa kata. Salah satu unsur penting dalam mengarang adalah penguasaan kosa kata. Kosa kata merupakan bagian dari diksi. Ketepatan diksi dalam suatu karangan merupakan hal yang tidak dapat diabaikan karena ketidaktepatan penggunaan diksi pasti akan menimbulkan ketidakjelasan makna.
Diksi dapat diartikan sebagai pilihan kata pengarang untuk menggambarkan “cerita” mereka. Diksi bukan hanya berarti pilih-memilih kata. Istilah ini bukan saja digunakan untuk menyatakan gagasan / menceritakan suatu peristiwa tetapi juga meliputi persoalan gaya bahasa, ungkapan-ungkapan.

I.     PENGERTIAN DIKSI (PILIHAN KATA)
Diksi bisa diartikan sebagai pilihan kata pengarang untuk menggambarkan sebuah cerita. Diksi bukan hanya berarti pilih memilih kata melainkan digunakan untuk menyatakan gagasan atau menceritakan peristiwa tetapi juga meliputi persoalan gaya bahasa, ungkapan-ungkapan dan sebagainya.
Agar dapat menghasilkan cerita yang menarik melalui pilihan kata maka diksi yang baik harus memenuhi syarat, seperti :
1)   Ketepatan dalam pemilihan kata dalam menyampaikan suatu gagasan.
2)   Seorang pengarang harus mempunyai kemampuan untuk membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa bagi pembacanya.
3)   Menguasai berbagai macam kosakata dan mampu memanfaatkan kata-kata tersebut menjadi sebuah kalimat yang jelas, efektif dan mudah dimengerti.
Contoh Paragraf :
a)   Hari ini Aku pergi ke pantai bersama dengan teman-temanku. Udara disana sangat sejuk. Kami bermain bola air sampai tak terasa hari sudah sore. Kamipun pulang tak lama kemudian.
b)   Liburan kali ini Aku dan teman-teman berencana untuk pergi ke pantai. Kami sangat senang ketika hari itu tiba. Begitu sampai disana kami sudah disambut oleh semilir angin yang tak henti-hentinya bertiup. Ombak yang berkejar-kejaran juga seolah tak mau kalah untuk menyambut kedatangan kami. Kami menghabiskan waktu sepanjang hari disana, kami pulang dengan hati senang.
     Kedua paragraf diatas punya makna yang sama. Tapi dalam pemilihan diksi pada contoh paragraph kedua menjadi enak dibaca, tidak membosankan bagi pembacanya.

II.  SYARAT-YARAT DIKSI
A.  Makna Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna wajar ini adalah makna yang sesuai dengan apa adanya. Denotatif adalah suatu pengertian yang terkandung sebuah kata secara objektif. Sering juga makna denotatif disebut makna konseptual. Kata makan misalnya, bermakna memasukkan sesuatu kedalam mulut, dikunyah, dan ditelan. Makna kata makan seperti ini adalah makna denotatif.
Makna konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbul sebagai akibat dari sikap sosial, sikap pribadi, dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual. Kata makan dalam makna konotatif dapat berarti untung atau pukul.
Makna konotatif berbeda dari zaman ke zaman. Ia tidak tetap. Kata kamar kecil mengacu kepada kamar yang kecil (denotatif) tetapi kamar kecil berarti juga jamban (konotatif). Dalam hal ini, kita kadang-kadang lupa apakah suatu makna kata adalah makna denotatif atau konotatif.

B.  Makna Umum dan Khusus
Kata ikan memiliki acuan yang lebih luas daripada kata mujair atau tawes. Ikan tidak hanya mujair atau tidak  seperti gurame, lele, sepat, tuna, baronang, nila, ikan koki dan ikan mas. Sebaliknya, tawes pasti tergolong jenis ikan demikian juga gurame, lele, sepat, tuna, dan baronang pasti merupakan jenis ikan. Dalam hal ini kata acuannya lebih luas disebut kata umum, seperti ikan, sedangkan kata yang acuannya lebih khusus disebut kata khusus, seperti gurame, lele, tawes, dan ikan mas.

C.  Kata abstrak dan kata konkret.
Kata yang acuannya semakin mudah diserap pancaindra disebut kata konkret, seperti meja, rumah, mobil, air, cantik, hangat, wangi, suara. Jika acuan sebuah kata tidak mudah diserap pancaindra, kata itu disebut kata abstrak, seperti gagasan dan perdamaian. Kata abstrak digunakan untuk mengungkapkan gagasan rumit. Kata abstrak mampu membedakan secara halus gagasan yang sifat teknis dan khusus. Akan tetapi, jika kata abstrak terlalu diobral atau dihambur-hamburkan dalam suatu karangan. Karangan tersebut dapat menjadi samar dan tidak   cermat.

D.  Sinonim
Sinonim adalah dua kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai makna yang sama, tetapi bentuknya berlainan. Kesinoniman kata tidaklah mutlak, hanya ada kesamaan atau kemiripan. Kita ambil contoh cermat dan cerdik kedua kata itu bersinonim, tetapi kedua kata tersebut tidak persis sama benar. Kesinoniman kata masih berhubungan dengan masalah makna denotatif dan makna konotatif suatu kata.

E.     Kata Ilmiah dan kata popular
Kata ilmiah merupakan kata-kata logis dari bahasa asing yang bisa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kata-kata ilmiah biasa digunakan oleh kaum terpelajar, terutama dalam tulisan-tulisan ilmiah, pertemuan-pertemuan resmi, serta diskusi-diskusi khusus.
Yang membedakan antara kata ilmiah dengan kata populer adalah bila kata populer digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan, kata-kata ilmiah digunakan pada tulisan-tulisan yang berbau pendidikan. Yang juga terdapat pada penulisan artikel, karya tulis ilmiah, laporan ilmiah, skripsi, tesis maupun desertasi.
Agar dapat memahami perbedaan antara kata ilmiah dan kata populer, berikut daftarnya:

Kata Ilmiah
Kata populer
Analogi
Kiasan
Final
Akhir
Diskriminasi
perbedaan perlakuan
Prediksi
Ramalan
Kontradiksi
Pertentangan
Format
Ukuran
Anarki
Kekacauan
Biodata
biografi singkat
Bibliografi
daftar pustaka

III.   PEMBENTUKAN KATA
Ada dua cara pembentukan kata, yaitu dari dalam dan dari luar bahasa Indonesia. Dari dalam bahasa Indonesia terbentuk kosakata baru dengan dasar kata yang sudah ada, sedangkan dari luar terbentuk kata baru melalui unsur serapan.

A.    Kesalahan Pembentukan dan Pemilihan Kata
Pada bagian berikut akan diperlihatkan kesalahan pembentukan kata, yang sering kita temukan, baik dalam bahasa lisan maupun bahasa tulis.
1)   Penanggalan awalan meng-
2)   Penanggalan awalan ber-
3)   Peluluhan bunyi /c/
4)   Penyengauan kata dasar
5)   Bunyi /s/, /k/, /p/, dan /t/ yang tidak luluh
6)   Awalan ke- yang kelirupemakaian akhiran –ir
7)    Padanan yang tidak serasi
8)   Pemakaian kata depan di, ke, dari, bagi, pada,, daripada dan terhadap
9)   Penggunaan kesimpulan, keputusan, penalaran, dan pemukiman
10)    Penggunaan kata yang hemat
11)    Analogi
12)    Bentuk jamak dalam bahasa Indonesia

IV.   DEFINISI
Definisi adalah suatu pernyataan yang menerangkan pengertian suatu hal atau konsep istilah tertentu.  Dalam membuat definisi hal yang perlu di perhatikan adalah tidak boleh mengulang kata atau istilah yang kita definisikan.
Contoh definisi :
Majas personifikasi adalah kiasan yang menggambarkan binatang, tumbuhan, dan benda-benda mati seakan hidup selayaknya manusia, seolah punya maksud, sifat, perasaan dan kegiatan seperti manusia.
          Definisi terdiri dari :
1)        Definisi nominalis
Definisi nominalis adalah menjelaskan sebuah kata dengan kata lain yang lebih umum di mengerti. Umumnya di gunakan pada permulaan suatu pembicaraan atau diskusi.
Definisi nominalis ada enam macam, yaitu : (1) definisi sinonim, (2) definisi simbolik, (3) definisi etimologik, (4) definisi semantik, (5) definisi stipulatif, dan (6) definisi denotatif.
2)    Definisi realis
Definisi realis adalah penjelasan tentang isi yang terkandung dalam sebuah istilah, bukan hanya menjelaskan tentang istilah. Definisi realis ada tiga macam, yaitu :
a)   Definisi esensial, yaitu penjelasan dengan cara menguraikan perbedaan     antara penjelasan dengan cara menunjukkan bagian-bagian suatu benda (definisi analitik) dengan penjelasan dengan cara menunjukkan isi dari suatu term yang terdiri atas genus dan diferensia (definisi konotatif).
b)   Definisi diskriptif
yaitu penjelasan dengan cara menunjukkan sifat-sifat khusus yang menyertai hal tersebut dengan penjelasan dengan cara menyatakan bagaimana sesuatu hal terjadi.

3)      Definisi praktis
Definisi praktis adalah penjelasan tentang sesuatu hal yang di jelaskan dari segi kegunaan atau tujuan. Dibedakan atas tiga macam.
a)   Definisi operasional, yaitu penjelasan dengan cara menegaskan langkah-langkah pengujian serta menunjukkan bagaimana hasil yang dapat di amati.
b)   Definisi fungsional, yaitu penjelasan sesuatu hal dengan cara menunjukkan kegunaan dan tujuannya.
c)    Definisi persuasif, yaitu penjelasan dengan cara merumuskan suatu pernyataan yang dapat mempengaruhi orang lain, bersifat membujuk orang lain. 


V.      KATA SERAPAN
Kata serapan adalah kata yang di adopsi dari bahasa asing yang sudah sesuai dengan EYD. Kata serapan merupakan bagian perkembangan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia telah banyak menyerap terutama dalam unsur kosa kata. Bahasa asing yang masuk dan memberi pengaruh terhadap kosa kata bahasa Indonesia antara lain dari bahasa Sansekerta, bahasa Belanda, bahasa Arab, bahasa Inggris dan ada juga dari bahasa Tionghoa. Analogi dan Anomali kata serapan dalam bahasa Indonesia. Penyerapan kata ke dalam bahasa Indonesia terdapat 2 unsur, yaitu: 
a)      Keteraturan bahasa (analogi) : dikatakan analogi apabila kata tersebut memiliki bunyi yang sesuai antara ejaan dengan pelafalannya.
b)      Penyimpangan atau ketidakteraturan bahasa (anomali) : dikatakan anomali apabila kata tersebut tidak sesuai antara ejaan dan pelafalannya.

VI.   ANALOGI
Karena analogi adalah keteraturan bahasa, tentu saja lebih banyak berkaitan dengan kaidah-kaidah bahasa, bisa dalam bentuk sistem fonologi, sistem ejaan atau struktur bahasa. Ada beberapa contoh kata yang sudah sesuai dengan sistem fonologi, baik melalui proses penyesuaian ataupun tidak, misalnya :

Text Box: Indonesia Aslinya
aksi action(Inggris)
bait bait (Arab)
boling bowling (Inggris)
dansa dance (Inggris)
derajat  darrajat (Arab)
ekologi  ecology (Inggris)
fajar fajr (Arab)
insan insane (Arab)
                       












Menurut taraf integrasinya unsur pinjaman ke dalam bahasa asing dapat dibagi dua golongan. Pertama unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia. Unsur seperti ini di pakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi penulisan dan pengucapannya masih mengikuti cara asing. Kedua unsur pinjaman yang pengucapan dan tulisannya telah di sesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia.

VII.  ANOMALI
Indonesia
Aslinya
bank   
bank (Inggris)
Intern
intern (Inggris)
qur’an
qur’an (Arab)
jum’at 
jum’at (Arab)

Kata-kata di atas merupakan beberapa contoh kata serapan dengan unsur anomali. Bila kita amati, maka akan dapat di simpulkan bahwa lafal yang kita keluarkan dari mulut dengan ejaan yang tertera, tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Hal yang tidak sesuai adalah : bank=(nk), jum’at=(’).
Kata-kata asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia secara utuh tanpa mengalami perubahan penulisan memiliki kemungkinan untuk di baca bagaimana aslinya, sehingga timbul anomali dalam fonologi. Contoh :
Indonesia
Aslinya
Expose
Expose
Export
Export
exodus
Exodus

Kata kadang-kadang tidak hanya terdiri dari satu morfem, ada juga yang terdiri dari dua morfem atau lebih. Sehingga penyerapannya dilakukan secara utuh. Misalnya :
Indonesia
Aslinya
Federalisme
federalism (Inggris)
Bilingual
bilingual (Inggris)
Dedikasi
dedication (Inggris)
Edukasi
education (Inggris)
                                               
Kreatifitas dalam memilih kata merupakan kunci utama bagi seorang pengarang maupun untuk penulisan gagasan serta ungkapan.
Penguasaan dalam mengolah kata  juga menjadi faktor penting untuk menghasilkan tulisan yang indah dan enak di baca. sehingga makna dengan tepat pada setiap pilihan kata yang ingin disampaikan.

Catatan : 
1)      Diksi adalah kemampuan penulis untuk mendapatkan kata agar dalam pembacaan dan pengertiannya tepat.
2)      Kata ilmiah adalah kata-kata logis dari bahasa asing yang bisa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
3)      Pembentukan kata atau istilah adalah kata yang mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan atau sifat yang khas dalam bidang tertentu.
4)      Definisi adalah suatu pernyataan yang menerangkan pengertian suatu hal atau konsep istilah tertentu.
5)      Kata serapan adalah kata yang di adopsi dari bahasa asing yang sudah sesuai dengan EYD.

VIII.  GAYA BAHASA
Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan perasaan atau pikiran dengan bahasa sedemikian rupa, sehingga kesan dan efek terhadap pembaca atau pendengar dapat dicapai semaksimal dan seintensif mungkin.
Berikut adalah berbagai ragam gaya bahasa dan contoh penggunaannya dalam Bahasa Indonesia.

A.  GAYA BAHASA PENEGASAN
1. Alusio
Gaya bahasa yang menggunakan peribahasa yang maksudnya sudah dipahami umum.
Contoh :
Dalam bergaul hendaknya kau waspada.
Jangan terpedaya dengan apa yang kelihatan baik di luarnya saja.
Segala yang berkilau bukanlah berarti emas.
2. Antitesis
Gaya bahasa penegasan yang menggunakan paduan kata-kata yang artinya bertentangan.
Contoh :
Tinggi-rendah harga dirimu bukan elok tubuhmu yang menentukan, tetapi    kelakuanmu.
3. Antiklimaks
Gaya bahasa penegasan yang menyatakan beberapa hal berturut-turut, makin lama makin rendah tingkatannya.
Contoh :
Kakeknya, ayahnya, dia sendiri, anaknya dan sekarang cucunya tak luput dari penyakit keturunan itu.
4. Klimaks
Gaya bahasa penegasan yang menyatakan beberapa hal berturut-turut, makin lama makin tinggi tingkatannya.
Contoh :
Di dusun-dusun, di desa-desa, di kota-kota, sampai ke ibu kota, hari proklamasi ini dirayakan dengan meriah.
5. Antonomasia
Gaya bahasa yang mempergunakan kata-kata tertentu untuk menggantikan nama seseorang. Kata-kata ini diambil dari sifat-sifat yang menonjol yang dimiliki oleh orang yang dimaksud.
Contoh :
Si Pelit den Si Centil sedang bercanda di halaman rumah Si Jangkung.
6. Asindeton
Gaya bahasa penegasan yang menyebutkan beberapa hal berturut-turut tanpa menggunakan kata penghubung.
Contoh :
Buku tulis, buku bacaan, majalah, koran, surat-surat kantor semua dapat anda beli di toko itu.
7.   Polisindeton
Gaya bahasa yang menyebutkan beberapa hat berturut-turut dengan menggunakan kata penghubung (kebalikan asindeton).

Contoh :
Buku tulis, majalah, dan surat-surat kantor dapat di beli di toko itu.
8. Elipsis
Gaya bahasa yang menggunakan kalimat elips (kalimat tak lengkap), yakni kalimat yang predikat atau subjeknya dilesapkan karena dianggap sudah diketahui oleh lawan bicara.
Contoh :
“Kalau belum jelas, akan saya jelaskan lagi.”
“Saya khawatir, jangan-jangan dia ….”
9. Eufemisme
Gaya bahasa atau ungkapan pelembut yang digunakan untuk tuntutan tatakrama atau menghindari kata-kata pantang (pamali, tabu), atau kata-kata yang kasar dan kurang sopan.
Contoh :
Putra Bapak tidak dapat naik kelas karena kurang mampu mengikuti pelajaran.
Pegawai yang terbukti melakukan korupsi akan dinonaktifkan.
1.      Hiperbolisme
Gaya bahasa penegasan yang menyatakan sesuatu hal dengan melebih-lebihkan keadaan yang sebenarnya.

Contoh :
Suaranya mengguntur membelah angkasa.
Air matanya mengalir menganak sungai.
11. Interupsi
Gaya bahasa penegasan yang mempergunakan kata-kata atau frase yang disisipkan di tengah-tengah kalimat.
Contoh :
Saya, kalau bukan karena terpaksa, tak mau bertemu dengan dia lagi.
12. Inversi
Gaya bahasa dengan menggunakan kalimat inversi, yakni kalimat yang predikatnya mendahului subjek. Hal ini sengaja dibuat untuk memberikan ketegasan pada predikatnya.
Contoh :
Pergilah ia meninggalkan kampung halamannya untuk mencari harapan baru di kota.
13. Koreksio
Gaya bahasa yang menggunakan kata-kata pembetulan untuk mengoreksi (menggantikan kata yang dianggap salah).
Contoh :
Setelah acara ini selesai, silakan saudara-saudara pulang. Eh, maaf, silakan saudara-saudara mencicipi hidangan yang telah tersedia.
14. Metonimia
Gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata atau sebuah nama yang berhubungan dengan suatu benda untuk menyebut benda yang dimaksud. Misal, penyebutan yang didasarkan pada merek dagang, nama pabrik, nama penemu, dun lain sebagainya.
Contoh :
Ayah pergi ke Bandung mengendarai Kijang.
Udin mengisap Gentong, Husni mengisap Gudang Garam.
15. Paralelisme
Gaya bahasa pengulangan seperti repetisi yang khusus terdapat dalam puisi. Pengulangan di bagian awal dinamakan anafora, sedang di bagian akhir disebut epifora.
Contoh Anafora :
Sunyi itu duka
Sunyi itu kudus
Sunyi itu lupa
Sunyi itu lampus
Contoh Epifora :
Rinduku hanya untukmu
Cintaku hanya untukmu
Harapanku hanya untukmu
16. Pleonasme
Gaya bahasa penegasan yang menggunakan kata-kata yang sebenarnya tidak perlu karena artinya sudah terkandung dalam kata sebelumnya.
Contoh :
Benar! Saya melihat dengan mata kepala saya sendiri, bahwa Tono berkelahi di tempat itu.
Dia maju dua langkah ke depan.
17. Parafrase
Gaya bahasa penguraian dengan menggunakan ungkapan atau frase yang lebih panjang daripada kata semula. Misal, pagi-pagi digantikan ketika sang surya merekah di ufuk timur; materialistis diganti dengan gila harta benda.
Contoh :
”Pagi-pagi Ali pergi ke sawah.” dijadikan “Ketika mentari membuka lembaran hari, anak sulung Pak Sastra itu melangkahkan kakinya ke sawah.”
18. Repetisi
Gaya bahasa penegasan yang mengulang-ulang sebuah kata berturut-turut dalam suatu wacana. Gaya bahasa jenis ini sering dipakai dalam pidato atau karangan berbentuk prosa.
Contoh :
Harapan kita memang demikian, dan demikian pula harapan setiap pejuang.
Sekali merdeka, tetap merdeka!
19. Retoris
Gaya bahasa penegasan yang menggunakan kalimat tanya, tetapi sebenannya tidak bertanya.
Contoh :
Bukankah kebersihan adalah pangkal kesehatan?
Inikah yang kau namakan kerja?
20. Sinekdoke
Gaya bahasa ini terbagi menjadi dua yaitu : (a) Pars pro toto (gaya babasa yang menyebutkan sebagian untuk menyatakan keseluruhan) dan (b) Totem pro parte (gaya bahasa yang menyebutkan keseluruhan untuk menyatakan sebagian).
Contoh Pars pro toto :
Setiap kepala diwajibkan membayar iuran Rp1.000,00.
Sudah lama ditunggu-tunggu, belum tampak juga batang hidungnya.
Contoh Totem pro parte :
Cina mengalahkan Indonesia dalam babak final perebutan Piala Thomas.
21.  Tautologi
Gaya bahasa penegasan yang menggunakan kata-kata yang sama artinya dalam satu kalimat
Contoh :
Engkau harus dan wajib mematuhi semua peraturan.
Harapan dan cita-citanya terlalu muluk.



B.  GAYA BAHASA PEMBANDINGAN
1. Alegori
Gaya bahasa perbandingan yang membandingkan dua buah keutuhan berdasarkan persamaannya secara menyeluruh.
Contoh :
Kami semua berdoa, semoga dalam mengarungi samudra kehidupan ini, kamu berdua akan sanggup menghadapi badai dan gelombang.
2.  Litotes
Gaya bahasa perbandingan yang menyatakan sesuatu dengan memperendah derajat keadaan sebenarnya, atau yang menggunakan kata-kata yang artinya berlawanan dari yang dimaksud untuk merendahkan diri.
Contoh :
Dari mana orang seperti saya ini mendapat uang untuk membeli barang semahal itu.
Silakan, jika kebetulan lewat, Saudara mampir ke pondok saya.
3.  Metafora
Gaya bahasa perbandingan yang membandingkan dua hal yang berbeda berdasarkan persamaannya.
Contoh :
Gelombang demonstrasi melanda pemerintah orde lama.
Semangat juangnya berkobar, tak gentar menghadapi musuh.
4.  Personifikasi atau Penginsanan
Gaya babasa perbandingan. Benda-benda mati atau benda-benda hidup selain manusia dibandingkan dengan manusia, dianggap berwatak dan berperilaku seperti manusia.
Contoh :
Bunyi lonceng memanggil-manggil siswa untuk segera masuk kelas.
Nyiur melambai-lambai di tepi pantai.
5. Simile
Gaya bahasa perbandingan yang mempergunakan kata-kata pembanding (seperti, laksana, bagaikan, penaka, ibarat, dan lain sebagainya) dengan demikian pernyataan menjadi lebih jelas.
Contoh :
Hidup tanpa cinta bagaikan sayur tanpa garam.
Wajahnya seperti rembulan.
6. Simbolik
Gaya bahasa kiasan dengan mempergunakan lambang-lambang atau simbol-simbol untuk menyatakan sesuatu. Misal, bunglon lambang manusia yang tidak jelas pendiriannya; lintah darat lambang manusia pemeras; kamboja lambang kematian.
Contoh :
Janganlah kau menjadi bunglon.
7. Tropen
Gaya bahasa yang mempergunakan kata-kata yang maknanya sejajar dengan pengertian yang dimaksudkan.
Contoh :
Seharian ia berkubur di dalam kamarnya.
Bapak Presiden terbang ke Denpasar tadi pagi.

C.  GAYA BAHASA PENENTANGAN
1.  Anakronisme
Gaya bahasa yang mengandung uraian atau pernyataan yang tidak sesuai dengan sejarah atau zaman tertentu. Misalnya menyebutkan sesuatu yang belum ada pada suatu zaman.
Contoh :
Mahapatih Gadjah Mada menggempur pertahanan Sriwijaya dengan peluru kendali jarak menengah.
2. Kontradiksio in terminis
Gaya bahasa yang mengandung pertentangan, yakni apa yang dikatakan terlebih dahulu diingkari oleh pernyataan yang kemudian.
Contoh :
Suasana sepi, tak ada seorang pun yang berbicara, hanya jam dinding yang terus kedengaran berdetak-detik.
2.      Okupasi
Gaya bahasa pertentangan yang mengandung bantahan dan penjelasan.
Contoh :
Sebelumnya dia sangat baik, tetapi sekarang menjadi berandal karena tidak ada perhatian dari orang tuanya.
Ali sebenarnya bukan anak yang cerdas, namun karena kerajinannya melebihi kawan sekolahnya, dia mendapat nilai paling tinggi.
3.      Paradoks
Gaya bahasa yang mengandung dua pernyataan yang bertentangan, yang membentuk satu kalimat.
Contoh :
Dengan kelemahannya, wanita mampu menundukkan pria.
Tikus mati kelaparan di lumbung padi yang penuh berisi.

D.  GAYA BAHASA SINDIRAN
1. Inuendo
Gaya bahasa sindiran yang mempergunakan pernyataan yang mengecilkan kenyataan sebenarnya.
Contoh :
la menjadi kaya raya lantaran mau sedikit korupsi.
2. Ironi
Gaya bahasa sindiran paling halus yang menggunakan kata-kata yang artinya justru sebaliknya dengan maksud pembicara.
Contoh :
”Eh, manis benar teh ini?” (maksudnya: pahit).
3. Sarkasme
Gaya bahasa sindiran yang menggunakan kata-kata yang kasar. Biasanya gaya bahasa ini dipakai untuk menyatakan amarah.

Contoh :
”Jangan coba-coba mengganggu adikku lagi, Monyet!”
“Dasar goblok! Sudah berkali-kali diberi tahu, tetap saja tidak mengerti!”
4. Sinisme
Gaya bahasa sindiran semacam ironi, tetapi agak lebih kasar.
Contoh :

     ”Hai, harum benar baumu? Tolong agak jauh sedikit!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar