Kamis, 05 Oktober 2017

MATERI DIMENSI ILMU

BAB II
PEMBAHASAN
  1. PENGERTIAN ILMU
           Istilah ilmu atau science merupakan suatu perkataan yang cukup bermakna ganda, yaitu mengandung lebih daripada satu arti. Oleh karena itu, dalam memakai istilah tersebut seseorang harus menegaskan sekurang-kurangnya menyadari arti mana yang dimaksud. Menurut cakupannya pertama-tama ilmu merupakan sebuah istilah umum untuk menyebut segenap pengetahuan ilmiah yang dipandang sebagai satu kebulatan. Jadi, dalam arti yang pertama ini ilmu mengacu pada ilmu seumumnya (science-in-general).
Arti yang kedua dari ilmu menunjuk pada masing-masing bidang pengetahuan ilmiah yang mempelajari sesuatu pokok soal tertentu. Dalam arti ini ilmu berarti sesuatu cabang ilmu khusus seperti misalnya antropologi, biologi, geografi, atau sosiologi. Istilah inggris ‘science’ kadang-kadang diberi arti sebagai ilmu khusus yang lebih terbatas lagi, yakni sebagai pengetahuan sistematis mengenai dunia fisis atau material (systematic knowledgeof the physical or material word).
Dari segi maknanya, pengertian ilmu sepanjang yang terbaca dalam pustaka menunjuk pada sekurang-kurangnya tiga hal, yakni pengetahuan, aktivitas dan metode. Dalam hal yang pertama dan ini yang terumum, ilmu senantiasa berarti pengetahuan (knowledge). Di antara para filsuf dari berbagai aliran terdapat pemahaman umum bahwa ilmu adalah sesuatu kumpulan yang sistematis dari pengetahuan (any systematic body of knowledge). Charles singer merumuskan, ilmu adalah proses yang membuat pengetahuan, begitu juga dengan John Warfield yang mengemukakan bahwa ilmu dipandang sebagai suatu proses. Pandangan proses ini paling bertalian dengan suatu perhatian terhadap penyelidikan, karena penyelidikan adalah suatu bagian besar dari ilmu sebagai suatu proses.[2]
Oleh karena itu ilmu dapat dipandang sebagai satu bentuk aktivitas manusia, maka dari makna ini orang dapat melangkah lebih lanjut untuk sampai pada metode dari aktivitas itu. Dengan demikian pengertian ilmu sebagai pengetahuan, aktivitas, atau metode itu apabila ditinjau lebih mendalam sesungguhnya tidak saling bertentangan. Bahkan sebaliknya, ketiga hal itu merupakan satu kesatuan logis yang mesti ada secara berurutan. Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas manusia, aktivitas itu harus harus dilaksanakan dengan metode tertentu dan akhirnya aktivitas metode itu mendatangkan pengetahuan yang sistematis.
Dalam literature tentang ilmu dan penelitian terdapat pendapat yang mengikuti pembedaan James Conant mengenai the dynamic view (pandangan dinamis) dan the static view of science (pandangan statis tentang ilmu). Pandangan dinamis mengenai ilmu membahas science sebagai suatu aktivitas, sedang kebalikannya pandangan statis menguraikan ilmu sebagai systematized information (keterangan yang disistematiskan).[3]
Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang rasional dan kognitif dengan berbagai metode berupa aneka prosedur dan tata langkah sehingga menghasilkan kumpulan pengetahuan yang sistematis mengenai gejala-gejala kealaman, memperoleh pemahaman, memberi penjelasan, ataupun melakukan penerapan.

  1. DIMENSI ILMU
Perkataan Inggris dimension dapat berarti sifat perluasan (quality of extension), hal pentingnya (importance), dan watak yang cocok (character proper) pada suatu hal. Dimensi ilmu mengacu pada perwatakan yang sepatutnya di anggap termasuk dalam ilmu, peranan atau pentingya ilmu dalam suatu kerangka tertentu, dan sifat atau ciri perluasan yang dapat ditambahkan pada ilmu berdasarkan sesuatu pertimbangan.  Apabila ilmu dibahas dari sudut salah satu dimensi, maka merupakan suatu analisis dari sudut tinjauan khusus yang bercorak eksternal. Untuk keperluan penelaahan terhadap ilmu, sudaut tinjauan dari arah luar adalah suatu hampiran studi tertentu atau suatu perspektif dalam analisis. Hampiran atau perspektif ini berasal pertama-tama dari berbagai  cabang ilmu khusus yang mengambil konsep ilmu sebagai sasaran penelaahannya. Dari masalah diatas, ditemukanlah sejumlah dimensi ilmu yang sejalan dengan ilmu-ilmu yang bersangkutan, yaitu :

  1. Ilmu ekonomi : dimensi ekonomik dari ilmu
Hampiran ilmu ekonomi akan melahirkan dimensi ekonomi yang membahas ilmu sebagai suatu kekuatan produktif yang langsung sebagaimana dianut oleh negara-negara sosialis.
  1. Linguistik : dimensi linguistik dari ilmu
Dengan tinjauan linguistik orang dapat memandang ilmu sebagai suatu bahasa buatan. Misalnya, Charles Morris menyatakan bahwa ilmu adalah suatu bahasa, yakni sebagai seperangkat tanda-tanda dengan hubungan spesifik tertentu satu dengan yang lain, dengan obyek-obyek, dan dengan praktek.
  1. Matematik: dimensi matematis dari ilmu
Dimensi ini menekankan segi kuantitatif dan proses kuantifikasi dalam ilmu. Kelanjutan hampiran matematik yag berlebihan ialah pendapat bahwa apa yag disebut ilmu hanyalah pengetahuan yang dapat dinyatakan dalam rumus-rumus matematik.
  1. Ilmu politik: dimensi politik dari ilmu
Dengan hampiran ilmu politik orang akan membahas ilmu dri sudut tinjauan pemerintahan atau sebagai faktor kekuasaan dalam negara.
  1. Psikologi: dimensi psikologi dari ilmu
Perspektif psikologi telah melahirkan dimensi psikologis dari ilmu. Misalnya C.H. Waddington yang mngarang buku The Scientific Attitude (1941) berpendapat bahwa ilmu bukanlah suatu kumpulan muslihat, melainkan suatu sikap terhadap dunia ini.
  1. Sosiologi: dimensi sosiologis dari ilmu
Dari perspektif ilmiah ilmu belakangan ini dianggapa sebagai sebuah social institution, sebagai suatu social activity, atau menurut Haberer sebagai suatu jaringan kebiasaan dan peranan  yang menghimpun, menguji, dan menyebarkan pengetahuan.[4]
Melengkapi dimensi-dimensi ilmu yang berdasarkan hampiran cabang-cabang ilmu khusus, ada dua dimensi yang bersifat reflektif, abstrak, dan formal sejalan dengan dua bidang pengetahuan yang bercorak demikian itu. Yaitu dimensi filsafati dan dimensi logis dari ilmu. Dari sudut tinjauan filsafat maka ilmu dapat dipandang misalnya, sebagai pandangan dunia, atau nilai manusiawi.
Selain dimensi-dimensi diatas, masih ada dimensi ilmu lain yang tidak berdasarkan cabang ilmu dan pengetahuan, melainkan berpangkal pada aspek realitas di dunia ini. Dimensi-dimensi tersebut adalah:
  1. Cultural dimension (dimensi kebudayaan)
Kebudayaan merupakan salah satu segi penting dalam kehidupan manusia. Dari aspek ini para cendekiawan mengupas science sebagai a cultural force (woolf), a cultural process (Richter), dan a mode of culture (Elkana).
  1. Historical dimension (dimensi sejarah)
Dari segi sejarah umat manusia ilmu dapat ditinjau sebagai suatu bagian dari proses historis secara keseluruhan yang berlangsung pada zaman-zaman yang berbeda dan di tempat-tempat berlainan. Langdon Gilkey mengakui bahwa science merupakan a historical force of overwhelming significance, shaping the social existence of mankind in evernew direction (suatu kekuatan historis yang sangat besar arti pentingnya, yang membangun eksistensi sosial manusia dalam arah-arah yang selalu baru).
  1. Humanistic dimension (dimensi kemanusiaan)
Science suatu pengalaman yang dihayati menurut Enrico Cantore merupakan suatu faktor yang mencetak suatu kepribadian manusia ilmiah. Dalam makna ini ilmu bersifat humanistik.
  1. Recreational dimension (dimensi reaksi)
Ditinjau dari segi permainan yang menggembirakan atau hiburan yang menyegarkan dapatlah dipahami beberapa pendapat yang menyatakan science adalah game. Buzzati Traverso menyatakan ” ilmu adalah suatu permainan; ini dapat menggembirakan, dapat bermanfaat, dapat berbahaya secara mengerikan. Ilmu adalah suatu permainan yang ditimbulkan oleh keingintahuan manusia yang ak tertahankan untuk menemukan alam semesta dan dirinya sendiri, dan untuk memperbesar kesadarannya akan dunia tempat ia hidup dan bekerja.”
  1. System dimension (dimensi sistem)
Jika memang realitas di dunia ini mengandung banyak sekali kebulatan yang teratur, maka wajar jika science ditinjau dari segi kebulatan sistem yang terdiri dari unsur-unsur yang berada dalam keadaan berinteraksi. [5]

  1. STRUKTUR ILMU
Ilmu dalam pengertiannya sebagai pengetahuan merupakan suatu sistem pengetahuan sebagai dasar teoritis untuk tindakan praktis (Ginzburg) atau suatu sistem penjelasan mengenai saling hubungan diatara peristiwa-peristiwa yang terjadi. Sistem pengetahuan ilmiah mencakup lima kelompok unsur,sebagai berikut:
  1. Jenis-jenis sasaran
  2. Bentuk-bentuk pernyataan
  3. Ragam-ragam proposisi
  4. Ciri-ciri pokok
  5. Pembagian sistematis
Pertama-pertama mengenai sasaran atau objek pengetahuan ilmiah itu perlu diberikan penjelasan yang memadai. Setiap cabang ilmu khusus mempunyai objek sebenarnya yang dapat dibedakan menjadi objek material dan objek formal. Objek material adalah fenomena dunia yang ditelaah oleh ilmu, sedang objek formal adalah pusat perhatian dalam penelaahan ilmuwan terhadap fenomena itu. Penggabungan antara objek material dengan objek formal sehingga merupakan pokok soal tertentu yang dibahas dalam pengetahuan ilmiah merupakan objek yang sebenarnya dari cabang ilmu yang bersangkutan. Pembagian objek-objek ini dikemukakan oleh George Klubertanz. Objek material secara tak menentu dan dalam keseluruhannya menunjukkan pokok soal suatu pengetahuan (terutama pengetahuan demonstratif) dalam hubungan dengan proposisi- proposisi yang dapat dibuat tentangnya.[6]
Aneka fenomena yang ditelaah  oleh segenap cabang ilmu khusus banyak sekali, mencapai ribuan sejalan dengan bertambahnya cabang- cabang ilmu itu. Suatu penggolongan yang sistematis dapat mengelompokkan segenap objek material pengetahuan ilmiah menjadi enam jenis, sebagai berikut:
  • Ide abstrak
  • Benda fisik
  • Jasad hidup
  • Gejala rohani

  • Peristiwa sosial
  • Proses tanda

Suatu fenomena ditentukan oleh pusat perhatian ilmuwan menjadi objek sebenarnya dari suatu cabang ilmu. Kumpulan pernyataan yang memuat pengetahuan ilmiah dapat mempunyai empat bentuk:
  • Deskripsi
Merupakan kumpulan pernyataan bercorak deskriptif dengan memberikan pemerian mengenai bentuk, susunan, peranan, dan hal-hal terperinci lainnya dari fenomena yang bersangkutan.
  • Preskripsi
Merupakan kumpulan pernyataan bercorak preskriptif dengan memberikan  petunjuk-petunjuk atau ketentuan-ketentuan mengenai apa yang perlu berlangsung atau sebaiknya dilakukan dalam hubungannya dengan objek sederhana itu. Bentuk in dapat dijumpai pada cabang-cabang ilmu sosial, ilmu administrasi,dan lain-lain.
  • Eksposisi pola
Bentuk ini merangkum pernyataan-pernyataan yang memaparkan pola-pola dalam sekumpulan sifat, ciri,  kecenderungan, atau proses lainnya dari fenomena yang ditelaah.
  • Rekonstruksi Historis
Bentuk ini merangkum pernyataan-pernyataan yang berusaha menggambarkan atau menceritakan dengan penjelasan atau alasan yang diperlukan pertumbuhan sesuatu hal pada masa lampau yang jauh  lebih baik secara alamiah atau karena campur tangan manusia.[7]
Pada cabang-cabang ilmu lainnya yang lebih dewasa, selain empat bentuk pernyataan tersebut terdapat pula proposisi-proposisi yang dapat dibedakan menjadi tiga ragam, yaitu:
  • Asas ilmiah
Suatu asas atau prinsip adalah sebuah proposisi yang mengandung kebenaran umum berdasarkan fakta-fakta yang telah diamati. Sebuah prinsip dalam ilmu sosial misalnya ialah prinsip gaji yang sama yang dapat dijadikan suatu pedoman  yang benar dalam pengangkatan para pegawai dan adminitrasi penggajian.
  • Kaidah ilmiah
Suatu kaidah atau hukum dalam pengetahuan ilmiah adalah sebuah proposisi yang mengungkapkan keajegan atau hubungan tertib yang dapat diperiksa kebenarannya diantara fenomena sehingga umumnya berlaku pula untuk berbagai fenomena yang sejenis. Conohnya ialah hukum gaya berat yang terkenal dari Newton dan Boyle dalam ilmu kimia bahwa volume suatu gas berubah secara terbalik dengan tekanan bilamana suhu tetap dipertahankan sama.
  • Teori Ilmiah
Suatu teori dalam scientific knowledge adalah sekumpulan proposisi yang saling berkaitan secara logis untuk memberi penjelasan mengenai sejumlah fenomena. Misalnya, mengenai teori Darwin tentang evolusi organisme hidup yang menerangkan bahwa bentuk-bentuk yang lebih sederhana dan primitif dalam perkembangan secara evolusioner sepanjang masa.
Selanjutnya menurut Lachman menyatakan bahwa teori mempunyai peranan sebagai berikut:
  • Membantu mensistematiskan dan menyusun data maupun pemikiran tentang data sehingga tercapai pertalian yang logis diantara aneka data yang semula kacau.
  • Memberikan suatu skema atau rencana sementara mengenai medan yang semula belum dipetakan sehingga terdapat suatu orientasi
  • Menunjukkan atau menyarankan arah-arah untuk penyelidikkan.
Oleh karena itu, kaidah ilmiah merupakan pernyataan yang bersifat prediktif dan teori ilmiah juga berupa proposisi yang meramalkan fenomena kadang-kadang timbul kekaburan dalam perbedaan antara kedua hal tersebut.
Tidak setiap cabang ilmu khusus telah berhasil merumuskan kaidah-kaidah ilmiah dan teori-teori ilmiah untuk meramalkan maupun menerangkan aneka fenomena yang seluas mungkin. Teori merupakan tujuan dasar atau tujuan akhir dari ilmu. Teori tidak bisa dijadikan cirri pokok bagi ilmu seumumnya. Cirri pokok pertama bagi setiap cabang ilmu khusus haruslah sistematisasi pada pengetahuan ilmiah yang bersangkutan. Sistematisasi mengandung arti bahwa pengetahuan ilmiah itu harus disusun menjadi semacam system yang memiliki bagian-bagian yang penting dan hubungan-hubungan yang bermakna. Cirri sistematisasi harus dilengkapi dengan cirri-ciri pokok selanjutnya, yaitu keumuman (generality), rasionalitas, obyektivitas, kemampuan diperiksa kebenarannya (verifiability), dan kemampuan menjadii milik umum (communality).
Cirri generality (umum) menunjuk pada kualitas pengetahuan ilmiah untuk merangkung fenomena yang senantiasa makin luas dengan penentuan konsep-konsep yang paling umum dalam pembahasan sasarannya. Misalnya kalau ilmu politik akan menjelaskan tentang partai politik , penjelasan yang memuaskan ialah apabila pembahasan bisa beralih dari suatu partai politik tertentu dalam suatu negara khusus sampai pada semua partai politik dalam negara itu, dan terus lebih umum lagi sampai mencapai partai politik seumumnya disemua negara pada semua masa.
Cirri rasionalitas berarti bahwa ilmu sebagai pengetahuan ilmiah bersumber pada pemikiran rasional yang mematuhi kaidah-kaidah logika (barber). Batu penguji pengetahuan ilmiah ialah penalaran yang betul dan perbincangan yang logis tanpa melibatkan factor-faktor non-rasional seperti emosi sesaat dan kesukaan pribadi, dengan demikian ilmu juga memiliki sifat obyektifitas.
Cirri verifiabilitas berarti bahwa pengetahuan ilmiah harus dapat diperiksa kebenarannya, diselidiki kembali, atau diuji ulang oleh setiap anggota lainnya dari masyarakat ilmuwan.
Kalau ciri objectivity menekankan ilmu sebagai interpersonal knowledge (pengetahuan yang bersifat antar-perseorangan), maka cirri pokok komunalitas menitikberatkan ilmu sebagai pengetahuan yang menjadi milik umum. Ilmu bukanlah hanya pengetahuan yang telah diterbitkan, melainkan pengetahuan tersebut setelah diuji secara objektif oleh para ilmuwan akan diterima secara umum menjadi kesepakatan pendapat rasional.[8]
BAB III
PENUTUP
  1. KESIMPULAN
  • Ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang rasional dan kognitif dengan berbagai metode berupa aneka prosedur dan tata langkah sehingga menghasilkan kumpulan pengetahuan yang sistematis mengenai gejala-gejala kealaman, memperoleh pemahaman, memberi penjelasan, ataupun melakukan penerapan.
  • Dimensi ilmu mengacu pada perwatakan yang sepatutnya di anggap termasuk dalam ilmu, peranan atau pentingya ilmu dalam suatu kerangka tertentu, dan sifat atau ciri perluasan yang dapat ditambahkan pada ilmu berdasarkan sesuatu pertimbangan. Apabila ilmu dibahas dari sudut salah satu dimensi, maka merupakan suatu analisis dari sudut tinjauan khusus yang bercorak eksternal. Untuk keperluan penelaahan terhadap ilmu, sudaut tinjauan dari arah luar adalah suatu hampiran studi tertentu atau suatu perspektif dalam analisis.
  • Sistem pengetahuan ilmiah mencakup lima kelompok unsur,sebagai berikut:
  • Jenis-jenis sasaran
  • Bentuk-bentuk pernyataan
  • Ragam-ragam proposisi
  • Ciri-ciri pokok
  • Pembagian sistematis
DAFTAR PUSTAKA
Gie, The Liang, Filsafat Ilmu,
  • Muhadjir, Noeng, 2011, Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Rake Sarosin.
  • Suriasumantri, Jujun.S, 2005, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Sinar Harapan.
  • Tafsir, Ahmad, 2008, Filsafat Umum, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar